Supir yang Berhati Hijau

Diskusi dengan Mas Nunu (Erbe Sentanu) kemarin masih membekas di hati saya.

Saya mengenal istilah baru, hati yang hijau atau green heart, sebagai pertanda hati yang bersih, ikhlas, selaras dengan alam. Warna hijau juga menjadi indikator di alat yang namanya EmWave
(www.greenheartasia.com) yang saya ceritakan di postingan sebelumnya.

Pagi ini saya berangkat mengantarkan Vito sekolah. Kemacetan harus disikapi dengan strategi yang jitu. Saya mencari jalan memotong untuk menghemat waktu barang semenit dua menit.

Tapi kali ini saya salah prediksi. Di ujung jalan kecil ini antrian mobil begitu rapat dan panjang mengular. Sulit untuk masuk menyeruak dan mencari celah menyeberang jalan. Saya hanya memberi tanda lampu sign dan menunggu pengemudi yang berbaik hati memberikan jalan.

“Maju aja pelan-pelan. Kalau diam aja mana dapat”, seru istri saya.

Saya diam saja. Menunggu. Kali ini saya punya rencana lain. Saya mengaharpkan keajaiban kecil terjadi.

Satu dua mobil lewat, tanpa mengindahkan lampu sign saya. Mungkin ada sepuluh mobil yang akhirnya melewati tanpa memberi jalan.

Saya masih menunggu pasrah dan berharap ada yang berbaik hati memberi jalan. Saya tidak berusaha mendesak.

Satu persatu mobil yang isinya orang-orang berdandan rapi dan berdasi pun berlalu, tanpa memberi kesempatan kepada mobil saya.

Saya maklum, mungkin mereka terburu-buru mau masuk kantor.

Saya berusaha menjaga hati supaya tetap “hijau”. Sabar dan tetap berharap ada keajaiban.

Akhirnya, penantian saya berakhir dan keajaiban itu pun terjadi. Sebuah mobil taksi berwarna putih berhenti memberi jalan.

Ya, inilah keajaiban kecil itu menurut saya.

Dalam hati saya berdoa semoga hari yang akan dilalui sang supir Express Taxi ini menjadi penuh berkah. Perjalanannya dimudahkan dan bernilai ibadah.

Apakah ini adalah contoh sederhana dari hati yang hijau?

6 pemikiran pada “Supir yang Berhati Hijau

  1. ternyata hati yang hijau banyak dimiliki orang-orang yang sederhana…
    kemana hati nurani orang-orang yang berdasi itu????
    apa yang mereka pikirkan???

    Suka

  2. Perlu ekstra latian utk tetap dijalur “hijau” Apalagi di jakarta terkadang kita terlalu dini menilai orang.Terima kasih atas sharing sederhananya pak, tp bermakna besar. Dan turut berduka atas kepergian supir pak Roni, smoga beliau meninggal dalam keadaan hati yang “hijau”

    Suka

    1. Terima kasih. Tadinya saya pikir postingan ini terlalu melebihkan. Tapi saya sangat mengapresiasi keajaiban kecil yang saya alami ini.

      Supir saya salah satu orang yang berhati hijau. Di saat menjelang ajalnya, ia masih teringat dengan pekerjaannya. Ia berniat bekerja lebih baik setelah sembuh nanti. Sayang, takdir berkata lain. Kepergiannya menyisakan kenangan yang sulit kami lupakan.

      Suka

  3. setuju……………bagus…….hati yang hijau, hati yang kuning, atau hati yang merah, semua ada pada diri manusia…………tergantung munye kali ye….he he he….

    Suka

Tinggalkan komentar