Pertemuan Singkat dengan Sang Idola, Teddy P Rachmat

Siapa yang nggak kenal dengan Jack Welch-nya Indonesia ini? Pasti semuanya kenal. Dialah orang yang bertangan dingin membesarkan Astra yang menjadi benchmark oleh banyak perusahaan di Indonesia (saya pernah dites di sana dan langsung gugur di seleksi awal :().

Berkali-kali ia dinobatkan sebagai The Best CEO di Indonesia. Kalau gak salah, tahun lalu SWA menulis tentang legenda CEO indonesia yang sekarang menjadi wirausaha ini sebagai headline-nya.

Saya suka dengan tip memulai bisnisnya dengan 3 winning itu: winning concept, winning system dan winning team. Terbukti beberapa perusahaan baru yang didirikannya langsung melejit, walau omzetnya masih kecil menurutnya. Baru beberapa triliun saja :).

Kemarin di Gramedia Grand Indonesia, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri tokoh yang saya kagumi ini. Ia berbatik biru sedang berdiri tepat di sisi saya di rak buku-buku sastra. Rupanya ia penikmat sastra juga. Saat itu saya sedang menimbang-nimbang buku kumpulan cerpennya Leo Tolstoy berjudul Tuhan Tahu Tapi Menunggu.

Saya ragu, tegur nggak ya? Pikiran berkecamuk. Nggak enak ah. Dia pasti lagi menikmati waktu bebas bersama keluarga. Pasti nggak nyaman kalau ditegur oleh “penggemar” seperti saya ini.

Akhirnya saya pun beranjak menuju ke istri saya tak jauh dari sana dan menceritakan perihal ini.

“Tegur aja!” ujar istri saya. “Sayang kan, kapan lagi bisa ketemu”.

Hmmm….

Saya berpikir, iya juga ya. Ini kesempatan jarang terjadi. Beberapa waktu lalu saya juga melihat Harry Tanoesoedibyo, taipan muda pemilik grup MNC di Kinokuniya Plaza Indonesia dan juga tidak saya
tegur(rupanya orang-orang hebat gemar mengunjungi toko buku).

Saya teringat tulisan Robin Sharma yang bercerita tentang keraguannya untuk berkenalan dengan Harvey Keitel, salah seorang yang dikaguminya saat berpaspasan di Hotel Four Season.

Ia tidak melakukannya, dan ia menyesal. Padahal, ia sering
menganjurkan pembaca bukunya untuk “mendekati ketakutan-ketakutan” mereka dan menangkap “sekian sentimeter kubik kesempatan” ketika ia menampakkan diri.

“Setiap hari, kehidupan akan memberikan anda jendela kesempatan. Pada akhirnya, nasib anda akan ditentukan oleh bagaimana anda merespon jendela kesempatan ini. Dengan bersembunyi dari kesempatan ini, kehidupan ini akan jadi dunia yang sempit. Rasakan dan dekati ketakutan anda, dan kehidupan akan jadi luas”, tulisnya dalam buku The Greatness Guide.

Teringat kalimat-kalimat itu dan dorongan istri, keraguan dan ketakutan saya pun hilang. Ini kesempatan emas. Kapan lagi? Apalagi kemarin saya baru menulis tentang The Alchemist dan takdir itu. Barangkali ini adalah salah satu “pertanda” juga.

Saya pun mendekati pria yang masih begitu segar penampilannya di usia yang tak lagi muda ini.

“Pak Teddy ya?”, tegur saya sok akrab sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman.

“Iya”, jawabnya ramah.

“Saya adalah pengagum bapak dan mengikuti perjalanan karir bapak di berbagai tulisan”, ujar saya membuka pembicaraan.

Saya berpikir, kesempatan jangan terbuang sampai di sini saja. Saya ingin pertemuan ini jadi pintu gerbang “relationship” selanjutnya. Saya pun meminta beliau untuk sharing ilmu dan pengalaman di Komunitas TDA yang isinya para wirausahawan pemula dan haus ilmu itu.

Alhamdulillah, beliau menyanggupi dan memberikan nomor telepon sekretarisnya.

Horeee!

Thanks to istri saya dan Robin Sharma. Tanpa mereka berdua, mungkin saya sudah melewatkan kesempatan emas ini.

NB: Bukti otentik berupa foto bisa dilihat di sini:
http://tweetphoto.com/24486668

NB 2: Tulisan ini juga saya buat dengan BlackBerry selepas Subuh sambil menunggu anak-anak terbangun. Ternyata ngeblog itu bisa kapan saja dan melalui apa saja, asal ada komitmen 🙂

8 pemikiran pada “Pertemuan Singkat dengan Sang Idola, Teddy P Rachmat

  1. Leo Tolstoy – Tuhan Tahu Tapi Menunggu. Orang hebat memang penggemar sastra.

    Saya lebih ingin mendengar pak Teddy bicara tentang karya-karya Leo Tolstoy…….Mungkin ini lebih asyik dan lebih inspiring dibanding kalau dia bicara tentang business…….

    Suka

  2. Wah kisah yg penuh inspirasi pak, kisah ini sangat berguna bagi kita untuk kedepannya. terima kasih pak Roni atas kisah inspirasinya

    Suka

  3. Ass.
    Wah saya gak nyangka pak …
    Ternyata Bapak yang saya kagumi juga minder juga ya kalau ketemu dengan yang bapak kagumi…
    He..dengan begini ada persamaan kayaknya antara bapak dengan saya ha ha nah jadi gak malu nanti insyaALLAH kalau ketemu Bapak.

    Sukses Pak !

    Suka

Tinggalkan komentar