Dunia dengan Terlalu Banyak Pilihan

Suatu hari Vito merengek minta mainan di Indomaret.

Saya bertahan tidak mau membelikannya karena belum lama ini sudah membeli mainan juga.

Ia keukeuh dengan keinginannya.

Anak kecil tahu saja kelemahan orang tua. Orang tua pasti akan mengalah dengan permintaan anaknya di tempat ramai.

“Ya sudah, pilihlah”, seru saya kepadanya sambil menunjuk rak mainan.

Semenit, dua menit, lima menit ia mematung di depan rak, tanpa memutuskan mainan apa yang akan dibelinya.

Pasalnya, mainan itu banyak sekali pilihannya.

Ia kebingungan dalam menentukan pilihan.

Setelah saya desak untuk memutuskan, ia pun mengambil mainan dengan asal-asalan. Yang penting beli mainan, mungkin itu keputusan pragmatisnya.

Tantangan Vito ini saya kira juga sering kita hadapi sebagai orang dewasa. Kita sering bingung karena dijejali dengan berbagai pilihan berlimpah setiap hari.

Mulai dari melimpahnya saluran TV, merek dan jenis pakaian, aneka restoran, tempat berlibur, provider internet, sekolah anak, gadget, buku, silakan sebut…

Coba aja pergi ke Carrefour dengan niat mencari sesuatu, misalnya jus. Sampai di sana pasti bingung karena banyaknya pilihan merek jus yang tersedia.

Semakin banyaknya pilihan itu bukannya semakin membuat kita bahagia atau semakin maksimal tingkat kepuasan kita, kata seorang pakar. Justru kita makin stress, karena setiap pilihan itu perbedaannya sangat tipis.

Kalau akhirnya kita memutuskan pilihan, pikiran kita tetap belum tenang karena masih memikirkan pilihan lain yang “jangan-jangan lebih baik dari yang telah dipillih”.

Kita menjadi tidak bahagia dengan pilihan itu.

So, lebih baik gimana dong?

7 pemikiran pada “Dunia dengan Terlalu Banyak Pilihan

  1. Hidup adalah soal pilihan. Dengan tak memilihpun kita sdh memilih. Jika terlalu banyak pilihan membuat kita stress, jangan memilih berdasarkan tingkat kepuasan tertinggi, tapi pilih berdasarkan apa yg dikatakan hati nurani πŸ™‚

    Suka

  2. Ini lazim disebut sebagai “Paradox of Choice”.
    Tema ini telah lama menjadi bahan studi ahli consumer psychology.

    Beberapa temuan yang menarik :

    Kapasitas otak kita hanya “mampu mencerna” maksimal lima pilihan. Tiga lebih baik. Ini kenapa dalam setiap presentasi Steve Jobs selalu membuat HANYA TIGA tema/topik pembicaraan. NO MORE.

    Eksperimen : dua toko es krim. Yang satu jual hanya tiga pilihan. Yang satu 20 pilihan rasa. Penjualan toko pertama 5 KALI LIPAT LEBIH BANYAK dibanding toko kedua.

    Suka

    1. Oya..?! mungkin itulah mengapa toko saya yang nggak sekomplet toko yang lain tetap punya banyak pelanggan sangaatt setia ^_^

      Suka

Tinggalkan komentar