Janji

Anak saya yang kecil, Vino (sekarang 5 tahun) punya keunikan tersendiri.

Sejak kecil, maksudnya sejak ia bisa bicara, ia tidak pernah mau berjanji.

Saya dan istri juga bingung kenapa bisa begitu. Apakah ia tahu konsekuensi dari sebuah janji?

Contohnya seperti ini:

Saat ia minta sesuatu, misalnya mainan, biasanya kami mengajukan syarat, misalnya ia harus makan sendiri.

Ia selalu menjawab, “Vino nggak mau janji.” Dan ini terus berulang. Ia tidak bisa dijebak.

Akhirnya kami menyimpulkan bahwa ia tahu bahwa konsekuensi dari sebuah janji itu berat buatnya. Lebih baik tidak berjanji daripada terjebak tidak bisa memenuhinya.

Sekarang Indonesia lagi menjelang Pilpres dan Pileg. Para calon pemimpin bangsa berebut mendapat tempat di hati pemilih. Mereka semua meneriakkan dengan lantang janji-janjinya.

Mereka berjualan janji. Dan kami, saya, rakyat, membeli janji mereka. Jaminannya, rasa percaya kami kepada mereka. Kami membeli janji karena kami percaya.

Dan kami tidak lupa dengan janji-janji mereka. Kalau pun kami lupa, hey, ada jutaan mata dan media menjadi saksinya. Semua janji itu tercatat di Google dan bisa dijadikan bukti otentik untuk menagihya suatu saat nanti.

Wahai para calon pemimpin negeri ini, jangan mudah berjanji. Janji itu adalah hutang yang harus dibayar. Konsekuensinya dunia akhirat.

Janji itu murah, konsekuensinya yang mahal.

Lucunya, banyak calon pemimpin yang mengobral janji padahal janjinya yag lama belum dipenuhi. Ibaratnya bayar hutang dengan hutang.

Mungkin mereka perlu belajar sama Vino ya 🙂

5 pemikiran pada “Janji

  1. anak bapak hebat!

    kalau saya simpulkan dalam konteks pemilu Indonesia: Jgn pilih partai dan capres pengingkar janji!

    salam

    Suka

  2. Kalau bicara pilpres atau pileg, jangan melihat apa yg akan dilakukannya (janji), tp lihat apa yg sudah dilakukannya utk masyarakat, bangsa & negara.

    Suka

Tinggalkan komentar