Kekayaan Terbesar: Nama Baik

Kunjungan ke Palembang selama 3 hari dalam rangka menghadiri resepsi pernikahan adik ipar kemarin menjadi menjadi penuh makna buat saya.

Saya selalu memanfaatkan momen berkumpulnya banyak orang itu sebagai sarana untuk bersilaturahim sekaligus belajar. Saya berusaha memanfaatkan setiap bertemu dengan seseorang itu untuk belajar darinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

Salah seorang famili yang kebetulan satu mobil saat berangkat ke tempat resepsi juga sempat menjadi “korban” rasa ingin tahu saya.

Sebut saja namanya Uda Amir. Ia tinggal dan berbisnis alat tulis di salah satu propinsi di Sumatera. Bisa dibilang ia adalah rajanya di propinsi itu. Berbagai merek dari berbagai pabrik besar ia pegang. Bisnisnya terus berlari kencang setiap tahun, seakan tak ada kata berhenti dan puas sampai di satu titik yang dianggap cukup. Berhasil memegang posisi distributor tunggal di satu propinsi, ia pun merangsek naik ingin menjadi distributor regional Sumatera, demikian seterusnya.

Ia orang yang sangat sibuk. Saking sibuknya, saya pernah menemaninya membeli PC di Mangga Dua dan setahun kemudian saya tanyakan bagaimana dengan PCnya? Apakah ada masalah? Ia menjawab PC itu masih terbungkus rapi di kardusnya, karena belum sempat dibuka πŸ™‚

Dua tahuh lebih saya tidak bertemu dengannya, sekarang ceritanya sudah lain. Menurutnya, ia saat ini mulai merangkak dari nol lagi. Apa pasal?

Tiga buah ruko yang merupakan gudangnya hangus dilalap keperkasaan sijago merah. Habis sudah semua jerih payah yang dibangunnya selama bertahun-tahun.

“Lho, kan ada asuransi?”, tanya saya penasaran.

“Ya, memang ada, tapi hanya mengkover 10% saja dari seluruh stok, karena nilai premi tidak pernah disesuaikan dengan stok tiap tahun naik terus”, jawabnya.

“Yang bikin stress bukan kebakaran itu, tapi utang saya kepada banyak pabrik”, lanjutnya. “Satu nota saja bisa miliaran rupiah nilainya”.

Memang gawat kondisinya.

Ia sempat putus asa dan malas melakukan apa pun selama beberapa bulan. Namun karena kewajiban tidak bisa dielakkan, ia pun “pasang badan” dan mengaku tidak sanggup membayar utang dengan kondisi sekarang.

Apa yang terjadi?

“Dari 100 supplier/pabrik, hanya 1 saja yang menolak permintaan keringanan utang dari saya”, ujarnya.

“Alhamdulillah, dalam beberapa bulan ruko sudah dibangun kembali dan langsung diisi barang oleh pabrik tanpa keluar sepeser uang pun. Sementara utang diperingan jangka waktu pembayarannya”.

Sekarang bisnisnya sudah melaju kencang lagi, meski pun ibarat orang yang habis terjatuh, jalannya masih pincang-pincang.

Saya teringat cerita Richard Branson minggu lalu. Ia berpesan mengenai pentingnya menjaga nama baik atau reputasi. Kemarin, saya mendengar langsung kisah nyatanya.

Roger Hamilton pernah bilang bahwa kekayaan sebenarnya bukanlah yang apa yang kita miliki saat ini secara materi. Kekayaan kita sesungguhnya adalah nama baik. Banyak orang yang bangkrut, tapi bisa bangkit lagi hanya dengan mengandalkan nama baik atau reputasinya. Banyak orang yang akan mengulurkan tangan untuk orang-orang seperti ini.

Ia memberi contoh seandainya Bill Gates jatuh bangkrut dan kemudian menelpon Warren Buffett untuk dipinjamkan uang 1 miliar dollar. Kira-kira mau nggak Warren Buffet membantunya? Ya pasti maulah. Nah, itulah “kekayaan” Bill Gates.

9 pemikiran pada “Kekayaan Terbesar: Nama Baik

  1. wah setuju sekali pak rony,,
    intinya kepercayaan, saya juga baru saja belajar banyak dari kepercayaan, banyak orang mendukung dan percaya terhadap saya padahal belum pernah ketemu
    kita hanya berkomunikasi via FB saja namun sdh percaya terhadap apa yg saya lakukuan..
    dan itulah mengapa kita harus benar2 menjaga nama baik kita

    Suka

Tinggalkan komentar