Saya dan istri tidak pernah memberi uang jajan kepada anak-anak. Tapi belakangan ini saya berubah pikiran karena ingin memberi pelajaran soal uang kepada mereka sejak dini. Apalagi setelah mengikuti training Financial Freedom dari Pak Joe Hartanto yang juga mengajak orang tua agar memberi bekal pengetahuan finansial kepada anak-anak sejak dini.
Sekarang setiap hari saya memberi mereka uang, tidak banyak, 10 sampai 20 ribu. Diberikan menjelang mereka tidur. Bukan sebagai uang jajan, tapi sebagai “imbalan” atas sikap baik mereka hari itu, dinilai dari misalnya; tidak berantem, tidak marah-marah, mandi tepat waktu dan sebagainya.
Uang itu mereka kumpulkan dan bisa untuk membeli mainan yang mereka inginkan. Jadi, sebetulnya ini adalah cara kami membelikan mereka mainan melalui uang mereka sendiri.
Saat puasa kemarin, malah ditambah dengan uang untuk keberhasilan mereka berpuasa sehari penuh. Hasilnya, mereka berdua full berpuasa sebulan penuh. Giranglah mereka tentunya dengan uang yang terkumpul itu. Belum lagi dengan uang yang didapat dari angpao Lebaran dari sanak famili.
Tiba saatnya mereka saya bebaskan untuk membeli mainan sesuai keinginan mereka. Respon mereka membuat saya kaget. Keduanya malah enggan membelanjakan uang yang selama ini dikumpulkan. Vino hanya membeli mainan yang harganya lebih murah daripada yang dia inginkan.
Memang sebelumnya saya mengatakan kepada mereka, jika dalam waktu tertentu uangnya tidak dibelanjakan, uangnya akan ditambah sejumlah X Rupiah.
Alhasil, Vito sang kakak mendapatkan tambahan uang karena mampu menahan membelanjakan uangnya. Adiknya Vino tidak dapat karena tergoda membeli mainan yang belakangan ia sesali ketika melihat kakaknya mendapatkan uang tambahan.
Saya mencoba eksperimen ini karena terinspirasi dengan sebuah studi Marshmallow Test yang terkenal itu di mana anak-anak diberikan permen dan boleh dimakan jika mereka mau. Tapi jika mereka mau menahan diri tidak memakannya dalam waktu sekian menit, maka akan diberikan tambahan permen lagi.
Sebagian besar anak-anak memakan permen itu. Sebagian kecil saja yang mampu menahan diri dan akhirnya mendapat tambahan permen lain.
Puluhan tahun kemudian anak-anak ini disurvei lagi bagaimana kehidupannya. Ternyata anak-anak yang mau menahan makan permen lebih sukses dibandingkan yang langsung memakannya.
Kesimpulannya, kemampuan untuk menahan diri menunda kenikmatan (instant gratification) berpengaruh terhadap sukses mereka di kemudian hari.
Pelajaran ini penting menurut saya karena anak-anak saat ini dilahirkan di era serba berlimpah. Apa yang diinginkan bisa diwujudkan saat ini juga, tidak perlu menunggu seperti orang tuanya dulu.