Blog is Dead? Dengar Dulu Pendapat Nukman Luthfie

Sebelum rapat pembetukan Indonesia Entrepreneur Association (IdEA) kemarin, saya memulainya dengan acara kecil syukuran 4 tahun blog saya.

Hehe. Keren ya.

Di saat banyak blogger telah meninggalkan blognya kosong tak ter-update, saya malah merayakan anniversary blog. Lebay gak sih? Biarin aja.

Di balik acara itu saya ingin menggugah teman-teman yang hadir dan anda semua supaya kembali ngeblog dengan konsisten. Silakan asyik masyuk dengan Facebook. Silakan berkicau setiap saat di Twitter. Tapi “rumah besar” kita, “identitas” kita jangan di tinggalkan, yaitu blog.

Saya mengibaratkan Facebook dan Twitter itu seperti pasar atau terminal, di mana setiap orang bebas berteriak apa saja. Suatu saat terdengar teriakan lebih keras dan menggelegar. Semua orang menoleh ke arahnya dan bertanya, siapa sih orang yang berteriak itu? Di mana rumahnya? Nah, untuk menjawab “siapa dia” itu diperlukan blog, rumah tempat kita menyimpan semua ide dan pemikiran kita, sehingga dengan melihatnya ini orang akan berkesimpulan: ooo, yang berteriak tadi adalah si Anu, seorang pakar internet. Si Anu adalah pakar entrepreneur. Si Anu adalah pakar seks dan sebagainya.

Untuk bicara soal kondisi terkini di dunia online dan masa depan blog, saya undang langsung pakarnya yang ekspertis-nya tidak diragukan lagi, Pak Nukman Lutfhie.

“Sekarang ini dengan fenomena blog, Facebook dan Twitter, semua orang menjadi media”, ujarnya mengawali diskusi.

Betul juga.

Kalau dulu sumber berita hanya dikuasai oleh media-media mainstream, sekarang tidak lagi. Siapa pun bisa.

Status di Facebook dan Twitter bisa jadi sumber berita yang diburu wartawan.

Ingat bom Kuningan? Daniel Tumiwa adalah yang pertama menginformasikan ke seluruh dunia lewat Twitter. Foto eksklusif pesawat Amerika yang jatuh dan karam di danau, disiarkan pertama kali melalui Twitter, bukan CNN atau BBC.

Para selebritis atau tokoh yang sedang bermasalah bisa melakukan klarifikasi via Twitter atau blog menurut versinya, karena kecewa dengan pelintiran berita lewat media.

Nah, di era yang dikuasai oleh Facebook dan Twitter sekarang ini, di mana posisi blog?

Seperti saya ungkap di atas, blog tetap diperlukan sebagai identitas jati diri kita, sebagai rumah bagi pemikiran-pemikiran kita. Sangat sulit menyimpulkan pemikiran utuh dari seseorang hanya dengan mengikuti Twitter dan Facebooknya.

Jika anda ingin serius membangun personal branding yang pada akhirnya akan mengungkit bisnis dan income anda, lakukan itu melalui blog, pesan Pak Nukman yang selalu sibuk bicara di mana-mana tentang fenomena internet dan social media terkini.

“Dari blog Virtual inilah saya mulai dikenal orang, menjadi nara sumber di mana-mana”, imbuh Pak Nukman. Benar, setiap kita Googling soal internet business, online strategy, dan sejenisnya, pasti ujung-ujungnya mentok di nama Nukman ini.

Saya pun telah mengalaminya. Menjadi nara sumber di berbagai tempat, diwawancara wartawan berbagai media, ditawari kredit dari bank, semuanya mereka dapatkan kontak tersebut dari blog.

Anda tahu istilah “law of attraction”? Blog bisa berfungsi seperti itu. Apa yang saya tuliskan di blog bisa menjadi kenyataan karena dibaca oleh orang-orang yang bisa membantu saya mewujudkan keinginan itu.

Satu lagi kelebihan blog adalah karena ia disukai oleh Google. Google akan mencatat semua tulisan kita di blog, namun tidak demikian di Facebook dan Twitter. Jadi, apa pun yang dicari orang tentang kita, pasti yang tampil adalah tulisan terkait dari blog.

Makanya, wahai para blogger di ruangan ini, sadarlah. Insyaflah. Mulailah ngeblog lagi, himbau Pak Nukman di hadapan “jamaah” yang sebagian besar memiliki blog itu.

Saya tersenyum menanggapi pernyataan ini. Sayalah yang selama ini selalu menegur mengingatkan teman-teman supaya kembali ngeblog. Meskipun saya terbilang aktif di Twitter, tapi saya tetap ngeblog. Twitter dan Facebook saya gunakan sebagai agregator agar pembaca masuk ke blog saya. Setiap saya mengumumkan update terbaru di blog, selalu pengunjung blog meningkat drastis. Itu perbedaannya sekarang dibandingkan dulu di mana pembaca memang rutin mengunjungi blog kita tanpa “dipanggil”.

Saya suka kutipan yang sering disampaikan oleh Mas Yodhia Antariksa, yang tetap konsisten mengupdate blog Strategi Manajemen-nya sekali seminggu itu. “Menulis blog bukan seperti lari sprint, tapi marathon”. Ia mencontohkan Catatan Pinggir-nya Goenawan Mohamad yang ditulis selama puluhan tahun, tanpa putus sampai sekarang. Perlu energi yang besar, passsion dan komitmen kuat.

So, blog is dead? Not for me…

Salam FUUUNtastic!
Wassalam,

Roni, Owner Manet Busana Muslim, Founder Komunitas Tangan Di Atas (TDA)

28 pemikiran pada “Blog is Dead? Dengar Dulu Pendapat Nukman Luthfie

  1. Blog yang informatif, positif, memberdayakan apa lagi ditulis oleh “DO’ER” (yang melakukan sendiri) akan terus DICARI…. seperti PERPUSTAKAAN ILMU….

    contohnya, blog-nya pak Roni

    BUDI R

    Suka

  2. Menarik untuk disimak dan semakin memberi semangat bagi kita untuk terus semangat ngeblog.

    Terus terang saya belakangan juga jarang mengupdata blog saya karena kesibukan bisnis affiliasi saya.
    Mudah2an bisa tetap semangat seperti mas Roni.

    Top abiz lah!!

    Suka

  3. Memang benar Pak,… mempertahankan konsistensi itu sangat sulit,…. kadang rajin banget nulis,.. kadang ga ada posting baru hingga 3 bulan lamanya… tapi inspirasi ini sangat bermanfaat, semoga bisa……

    Suka

  4. Blog justru akan terus hidup dengan semakin meluasnya dunia digital dalam kehidupan kita. Bahwa ada naik turun dalam ngeblog, saya pikir itu memang dinamika yang harus dilalui. Blogger jadi profesi? sangat mungkin

    Suka

Tinggalkan komentar