Saya yakin banyak di antara kita menginginkan anak-anak kita menjadi entrepreneur kelak.
Tanamkan nilai-nilai itu sejak dini.
Bagi saya, anak itu tidak harus pintar atau juara di kelas. Yang lebih penting adalah cerdik. Orang cerdik bisa mengendalikan orang pintar. Orang cerdik itu punya imajinasi, keberanian dan didominasi otak kanan.
Rusaklah pola berpikir anak sejak dini, demikian anjuran yang saya baca di Koran Sindo pagi ini.
Jangan biarkan anak kita kelak menggambar pemandangan dengan dua gunung, di tengahnya ada jalan dengan sawah di kiri kanannya dan matahari kuning di langit yang biru.
Itu salah besar. Itu mengebiri imajinasi otak kanan anak.
Berikut ini tips-tips yang saya kutip dari Sindo:
1. Jangan gunakan seragam. Ini mengajarkan kepada anak tentang perbedaan sejak dini.
2. Perkuat ego. Bersekolah sejak dini (play group dan TK) bukan untuk bersosialisasi. Bukan untuk mengajarkan “kami”, tapi “saya”. Ini akan menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandiriannya kelak. Anak belajar bersosialisasi ketika SD.
3. Bermain. Pendidikan dini di negara maju menekankan bermain sebagai aspek utama pembelajaran. Pilihlah sekolah yang bangunannya kecil tapi lapangan tempat bermainnya luas.
4. Musik dan dongeng. Musik berperan penting membangun kecerdasan anak. Dongeng membantu mengembangkan imajinasinya.
5. Merusak pola. Biarkan anak melukis langit berwarna kuning, gunung jadi merah, atau laut oranye. Biarkan anak berkhayal semaunya, jangan dikekang atau didikte dengan pola tertentu.
Minggu lalu Vito (22 bulan), bermain tarik tali dengan
sepupu-sepupunya. Ia hampir kalah dan terdesak. Tangannya sudah sakit menahan tali yang melilit lengannya.
Dengan suara hampir menangis, ia minta tolong ke saya, “Papa, ikat, ikat, ikat!” Ia minta saya mengikatkan talinya ke kaki kursi yg diduduki neneknya.
Permintaannya saya turuti dan sekarang di duduk tenang memperhatikan sepupunya yang masih terus menarik tali sekuat tenaga. Ia pasang wajah polos, pura-pura tidak tahu.
Menurut saya, ia cerdik. Ia telah mempraktekkan ilmu “leveraging” sejak dini yang ditemukannya disaat terjepit. Ia tidak curang, karena memang tidak ada aturannya. Ia melakukan “break the pattern”. Siapa yang mengharuskan harus dipegang dengan tangan dan tidak boleh diikat?
Saya melihatnya sebagai “bakat terpendam” entreprenurship dalam dirinya. Semoga.
Alhamdulillah terima kasih pak roni. Ke 5 tips di atas semua kami praktekkan di sekolah alam indonesia. Salam, ananto
SukaSuka
Sekolah Alam memang pionir di sini
SukaSuka
Terima kasih pak Roni, angel yang baik, dah lama gak baca tulisan pak Roni , mencerahkan….
SukaSuka
Sama2 Pak. Semoga bermanfaat
SukaSuka
Sy dan suami jg sudah berpikir hal tersebut, pak. Kami akan mulai mengenalkan entrepreneurship kepada anak2 kami nanti sejak dini. Insya Allah semoga dimudahkan 🙂
SukaSuka
Bisa ga diselipkan dikit waktu mengajar saya? Wah perlu kreatifitas nih…
SukaSuka
Maksudnya?
SukaSuka
Kalau bapaknya bukan entrepreneur seberapa sulit mempola anak menjadi entrepreneur ya pak? hehe..
SukaSuka
memang di perlukannya pendidikan entrepreneurship bagi putra dan putri kita agar mampuh melihat peluang dimasa depan
SukaSuka
@ts
Maksudnya menyelipkan nilai2 tsb ke mahasiswa di sela2 kuliah saya.
SukaSuka