Nama Baik Lebih Penting daripada Uang

Saya teringat cerita Pak Tung Desem Waringin soal temannya yang berusia 40 tahun, punya 8 cabang fitness dan semuanya tutup alias bangkrut.

Saat tidak punya apa-apa lagi, di usianya yang sudah matang itu, apakah ia harus memulai lagi semuanya dari nol?

Ternyata tidak. Dalam hitungan tidak lama, bisnisnya kembali bangkit dan berkembang lagi seperti sedia kala.

Bagaimana caranya?

Ia punya banyak teman baik dan merekalah yang membantunya membangun kembali bisnisnya dari nol.

Kita tidak tahu yang akan terjadi di masa depan. Kita pikir dengan harta kekayaan yang ada saat ini hidup kita sudah terjamin, belum tentu.

Ada cerita menarik lagi dari Roger Hamilton. Kurang lebih sama dengan cerita di atas.

Bill Gates mengalami kebangkrutan dan ia meminta bantuan Warren Buffett untuk dipinjami uang 100 juta dollar.

Kira-kira Warren Buffett mau ngasih nggak? Pastilah dikasih.

Menurut Roger Hamilton, kekayaan kita yang sebenarnya bukanlah di harta yang kita miliki saat ini, melainkan ada pada nama baik dan kredibilitas kita.

Saat kebakaran di Tanah Abang tahun 2003 lalu, toko bahan pakaian milik paman saya habis berserta isinya.

Ketika para korban sudah direlokasi ke tempat baru, paman saya bingung karena tidak punya modal lagi untuk mengisi tokonya.

“Bapak tidak usah khawatir, buka aja tokonya, saya yang ngisi tokonya, gak usah pikirin bagaimana bayarnya”, demikian kata seorang supplier bahan yang membuat paman saya yakin untuk memulai lagi.

Paman saya selama ini memang dikenal jujur dan selalu tepat waktu dalam membayar hutang dagangnya. Begitu dapat uang kontan, beliau langsung membayar hutang, meski pun belum jatuh tempo pembayaran.

Bahkan si pemilik barang sampai bingung dan berkata, “Bayarnya nanti aja Pak, hutang bapak belum jatuh tempo”. Tapi paman saya tetap memaksa untuk membayarnya.

Beliau tidak seperti kebanyakan pedagang lain yang kalau bisa selalu mengulur-ulur waktu pembayaran. Logikanya, supaya uangnya diputar untuk pembayaran yang lain, supaya lebih optimal.

Dari sisi pengelolaan keuangan, para pedagang itu lebih pintar daripada paman saya. Tapi dari segi karakter, paman saya lebih unggul.

Saya mengagumi Jay, seorang teman sekampung yang usianya masih di bawah saya. Pendidikannya hanya tamat SMP tapi bisnisnya menggurita dan berhasil mengangkat ratusan teman-teman di kampungnya menjadi wirausaha.

Apa yang dia lakukan?

Ia membuka konter-konter di mall, berjualan produk murah meriah seperti kaos, sendal, celana dan sebagainya.

Jumlah konternya mungkin sudah ratusan dan semua diserahkan kepada mitranya.. Ia berbagi keuntungan dengan mitra pengelolanya ini.

Ia hanya memberikan modal sewa konter dan barang dagangan.

Yang menarik, ia tidak keluar uang sepeser pun untuk membeli barang dagangan itu. Ia memerintahkan “anak buahnya” untuk berbelanja di toko-toko tertentu, tinggal sebut saja nama dia, dan pemilik toko pasti memberikan barang dagangannya tanpa perlu dibayar kontan.

Ia berdagang nyaris tanpa modal. Leverage-nya tinggi sekali.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Tentu, karena ia punya nama baik di mata para pedagang grosir itu. Ia tidak pernah telat membayar hutang, apalagi ngemplang.

Sekarang, di mana pun ia buka konter atau toko nyaris tanpa modal.

So, lebih penting mana saat ini, uang atau nama baik?

12 pemikiran pada “Nama Baik Lebih Penting daripada Uang

  1. makasih pak atas artikelnya, ditunggu postingan berikutnya tentang bagaimana menjaga nama baik, sama memperbaiki nama baik πŸ˜€

    Suka

Tinggalkan komentar