Rahasia Pendekar Bodoh D’Cost

Restoran sea food D’Cost adalah sebuah fenomena menarik di jagad kuliner Indonesia. Dalam hitungan beberapa tahun bisnisnya tumbuh pesat sampai saat ini mencapai 70 cabang (termasuk divisi roti dan D’Cost Premiere). Hebatnya lagi, semua itu didanai oleh dana sendiri. Bukan melalui franchise atau dana pihak ketiga.

Saat bertemu dengan Mas Eka yang sharing di seminar Beat The Giant-nya Mas @yuswohady, ia berdalih belum berani membuka franchise karena belum yakin dengan sistim bisnisnya apakah sudah proven atau belum. Bahkan untuk sharing kisah sukses pun ia belum mau karena ia banyak melihat pemilik-pemilik bisnis yang “sukses” lalu keasyikan sharing mengisi seminar ke mana-mana malah bisnisnya sendiri tak terurus dan akhirnya tumbang. Setelah melewati tahun ke 7 barulah ia merasa pede dan karena sistim bisnisnya sudah dirasa “proven”.

Banyak ide dan praktek menarik yang dilakukan oleh D’Cost. Ide itu banyak yang nyeleneh tapi berhasil.

Contohnya, saat launching pertama kali, mereka tidak menggunakan iklan di media dengan budget mahal. Mereka menggunakan cara berpikir out of the box dengan membuat program makan suka-suka bayar sesukanya, asal membawa kartu kredit. Dengan adanya kartu kredit itu mereka mendapatkan data base pelanggan yang bernilai.

Ada lagi program diskon berdasarkan usia setiap hari Selasa. Jadi, mereka yang membawa KTP akan mendapatkan diskon sesuai dengan usia di KTP tersebut. Orang yang berusia 100 tahun ya dapat makan gratis. Bahkan pernah ada yang berusia 114 tahun. Selain dapat makan gratis, malah plus cash back juga 14%.

Pertanyaan saya selama ini, bagaimana mereka bisa melakukannya? Pastilah mereka punya sistim keunggulan dalam struktur biaya.

Dan benar, setelah Mas Eka sharing, ternyata mereka punya struktur biaya yang rendah dan unggul di cash flow. Karena mayoritas pelanggan adalah kelas menengah ke bawah yang rata-rata membayar dengan tunai, mereka bisa mengumpulkan uang tunai yang banyak setiap harinya.

Uang tunai itulah yang digunakan untuk membayar vendor dengan cepat sehingga bisa mendapatkan harga yang murah. Plus dengan harga menunya yang relatif murah, volumenya menjadi tinggi dengan jumlah cabang yang puluhan. Skala ekonominya menjadi tinggi dan mereka bisa makin menekan harga ke vendor.

Bisnis kuliner ini memang tidak mudah. Struktur biaya adalah “musuh besar” yang harus ditaklukkan. Isu-isu seperti kenaikan UMP dan BBM harus disiasati dengan lihai supaya tidak tergulung oleh biaya yang terus meningkat sementara harga jual harus tetap dipertahankan supaya tetap bersaing dengan “kaki lima” seperti tagline-nya itu.

Prinsip Pendekar Bodoh-nya D’Cost ini menarik, mirip dengan ucapan terkenal Steve Jobs, “Stay foolish, stay hungry” yang terkenal itu. Dengan tetap merasa bodoh, D’Cost tidak merasa jumawa saat berada di atas, tetap humble dan kreatif dengan cara-cara yang out of the box.

20130821-064045.jpg

4 pemikiran pada “Rahasia Pendekar Bodoh D’Cost

Tinggalkan komentar