Dunia yang Serba Cepat. Bagaimana Kita Meresponnya?

Sebelum pakai BlackBerry (BB), rata-rata saya mengecek email 3 kali sehari.

Setelah pakai BB, saya mengecek email tiap menit! πŸ˜€

Bukan keinginan saya untuk melakukan itu, tapi gadget itulah yang memaksa saya melakukannya dengan mengedip-ngedipkan lampu tanda alert. Kalau belum dibuka, ia tidak akan berhenti.

Demikian juga dengan semua notifikasi yang masuk itu (email dari beberapa akun dan Facebook, BlackBerry Messenger). Saya harus membukanya, meski pun itu tidak penting. Kalau tidak dibuka, mereka “mengancam” akan menguras habis baterai BB itu.

Pernah kejadian sehabis mengisi sebuah seminar yang penuh dengan pertanyaan saya membuka BB, dan ternyata betul, mereka telah melaksanakan ancaman itu dengan membuat baterainya sekarat. Ternyata selama mengisi seminar itu banyak sekali notifikasi yang masuk dan tidak saya buka. Saya pun merasakan “hukumannya” langsung dengan segala kerepotan untuk mencari lokasi untuk mengisi baterai.

Yang menurut saya “irasional” (saya lagi senang menggunakan istilah ini setelah membaca buku Dan Ariely berjudul Predictably Irrational) adalah, kenapa saya yang tadinya hanya membuka email 3 kali sehari lalu menjadi ketagihan membukanya setiap saat?

Ooo… rupanya dunia saat ini sedang menuntut kita supaya makin cepat dan makin cepat berpacu mengejar informasi. Semakin cepat, semakin baik, dan dialah pemenangnya.

Menurut pemikiran saya, ada yang tidak beres dengan logika ini.

Kita menjadi budak informasi. Menurut sebuah statistik, 80% informasi yang kita kumpulkan itu useless, tidak kita gunakan.

Kita juga menjadi budak gadget. Gadget yang awalnya kita miliki, kini ia yang “memiliki” kita, mengatur kita. Vino, anak kedua saya sekarang gemar merebut BB di tangan saya dan melemparkannya jauh-jauh.

Mungkin dia ingin bilang, “Main dengan aku dong, Papa. Jangan dengan itu terus”.

“Yang penting di kitanya Pak, jangan sampai dikendalikan oleh gadget”, kata teman saya, Pak Didi Diarsa saat saya minta pengalamannya menggunakan iPad.

Betul, kitalah yang pegang kendali ke mana “pedang” itu diayunkan. Itulah hebatnya orang yang “beriman”. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang “lemah iman” seperti saya ini 😦

Kehilangan BB kemarin membuat saya kembali ke kebiasaan lama. Dalam konteks ini, saya mengucapkan alhamdulillah. Pastinya Vino juga.

Namun, dalam konteks kerja dan produktivitas, saya akan mengujinya dalam beberapa hari ke depan. Apakah dengan tidak lagi merespon semua email dan informasi dengan cepat, saya akan ketinggalan?

4 pemikiran pada “Dunia yang Serba Cepat. Bagaimana Kita Meresponnya?

  1. Setiap kejadian tentu ada hikmahnya Da, contohnya setelah kehilangan BB dalam waktu 1 hari Uda masih bisa juga menulis 2 tulisan. Yang terpenting bagi saya dan kawan yang lainnya jangan sampai tulisan2 uda yang hilang.
    Semoga Sukses dan Sehat Slalu Da.

    Suka

  2. John Medina dalam bukunnya BRAIN RULES menulis : orang yang selalu always on (always connected dengan piranti seperti BB) cenderung TIDAK bisa berpikir secara produktif.

    DISTRACTION — via notifikasi a la BB itu — adalah musuh terbesar bagi produktivitas otak untuk bekerja, begitu kata Medina yang pakar neurologi.

    Multitasking — misal bekerja sambil ber-bb — adalah mitos….begitu ia berkata lebih lanjut. Riset mendalam menunjukkan otak tidak bisa diajak multitasking. Distraksi BB selalu akan membuat konsentrasi terpecah, dan hasil kerja selalu tidak fokus.

    Membaca buku BRAIN RULES, kita tersadar betapa bahayanya alat seperti BB bagi “kesehatan otak manusia”.

    Itulah kenapa saya tidak pernah and will never menggunakan alat-alat semacam itu.

    Suka

    1. Saya sudah beberapa kali membaca argumen ini dan tidak membantahnya. Cuma saya belum bisa bersikap tegas dengan menarik batas tegas spt Mas Yodhia.

      Momen kehilangan kemarin, mungkin adalah pertanda buat saya untuk mulai melakukannya. Tks

      Suka

  3. entah harus bersyukur atau apa karena saya selama ini belum punya BB, kemarin sempat ada ‘paksaan’ dari beberapa rekan dan pelanggan untuk memilikinya dengan alasan ‘mempermudah komunikasi dan pertukaran informasi’ tapi masih sata tunda.

    tulisan ini semakin menjadi pertimbangan. thanks pak.

    wassalam.

    -eko june-

    Suka

Tinggalkan komentar